Minggu, 09 Juni 2013
RIYA' (AKHLAK)
RIYA’
MAKALAH
Disusun untuk memenuhi tugas
Mata kuliah : Akhlak II
Dosen Pengampu :Mursid, M.Ag
Disusun Oleh :
Syafa’atul Munawaroh (113111088)
Esti Aryani (113111106)
Fuad Lutfil. M. (113111109)
Kelompok III/ PAI-4C
FAKULTAS TARBIYAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
2013
I. PENDAHULUAN
Akhlak merupakan nilai-nilai dan sifat-sifat yang tertanam dalam jiwa, yang dengan sorotan dan dan timbangannya seseorang dapat menilai perbuatannya baik atau buruk, untuk kemudian memilih melakukan atau meninggalkannya. Akhlak terbagi menjadi dua, yaitu akhlak mahmudah dan akhlak mazmumah. Perbuatan yang baik akan mencerminkan akhlak yang baik pula. Akhlak yang baik diantarannya yaitu sabar, tawakal, qana’ah, bijaksana dll. Sedangkan perbuatan atau akhlak tercela diantarannya seperti riya’. Dimana riya’ merupakan salah satu sifat yang sangat dibenci oleh Allah SWT.
Maka dalam makalah ini akan dibahas lebih lanjut mengenai definisi riya’ dan berbagai hal yang terkait dengan salah satu sifat tercela ini.
II. RUMUSAN MASALAH
A. Apa Pengertian Riya’ ?
B. Apa Ciri-ciri Dari Riya’ ?
C. Bagaimana Bahaya yang Timbul dari Sifat Riya’?
D. Bagaimana Cara menunjukkan sikap membenci riya’ ?
III. PEMBAHASAN
A. Pengertian Riya’
Secara etimologis riya’ berakar dari kata ra-a, yara (melihat), ara-a, yuri-u (memperlihatkan). Pada dasarnya seorang yang riya adalah orang yang ingin memperlihatkan kepada orang lain kebaikan yang dilakukannya. Niatnya sudah bergeser, bukan lagi mencari keridhaan Allah, tapi mengharapkan pujian orang lain.
Sedangkan secara etimologis, Riya’ (Ar-Riyaa’) yaitu suatu sikap yang selalu menunjuk-nunjukkan perbuatan baik yang dilakukannya. Maka ia berbuat bukan karena Allah, melainkan hanya ingin dipuji oleh sesama manusia. Jadi perbuatan ini, kebalikan dari sikap ikhlas.
Begitu juga dalam Hadits, antara lain disebutkan:
عَنْ مَحْمُودِ بْنِ لَبِيدٍ أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "إِنَّ أَخْوَفَ مَا أَخَافُ
عَلَيْكُمْ الشِّرْكُ الْأَصْغَرُ" قَالُوا: وَمَا الشِّرْكُ الْأَصْغَرُ يَا رَسُولَ اللهِ؟ قَالَ: "الرِّيَاءُ.
(رواه أحمد)
Artinya :
Diriwayatkan dari Mahmud bin Labid sesungguhnya Rasulullah SAW bersabda : Bahwasanya yang paling kutakutkan atas kalian adalah syirik kecil. Maka dikatakan (oleh sahabat) ; apa itu hai Rasulullah ? Nabi berkata: itu adalah Riya’. (H.R. Bukhary)
B. Ciri-Ciri Riya’
Adapun tanda-tanda orang yang riya’ adalah dia bermalas-malasan apabila sedang sendirian, tetapi dia rajin apabila sedang bersama orang lain. Dia akan memperbanyak amalnya apabila dipuji orang lain, tetapi dia akan menguranginya apabila dihina orang lain .
Menurut At-Tirmidzi, indikasi Riya’ dari sisi psikologis dan akhlak sebagai berikut: “kekhusyukan orang munafik, dimana hatinya penuh dengan syahwat, was-was dan cinta kepemimpinan, cinta pujian, ingin dilihat orang mengenai diamnya, sedikit bicaranya dan kerendahan suaranya, sungguh orang yang riya’ itu bagaikan mayat yang berbuat-buat seperti apa yang telah disifati diatas.
Misalnya, seseorang mendirikan sholat, berpuasa, mengeluarkan zakat, menunaikan ibadah haji, berjihad fi sabilillah dan membaca al-qur’an, tetapi kesemuanya itu dilakukan dengan tujuan agar orang ramai memujinya, menghormatinya dan memberinya harta benda.
Allah SAW berfirman :
...... ••
Artinya :
....Dan apabila mereka berdiri untuk shalat mereka berdiri dengan malas. mereka bermaksud riya (dengan shalat) di hadapan manusia. dan tidaklah mereka menyebut Allah kecuali sedikit sekali.(QS. An-Nisa’:142)
Al-Imam Al-Shadiq berkata bahwa Amir Al-Mukmin ‘Ali berkata:
“ada tiga ciri yang menandakan bahwa seseorang melakukan riya’, yaitu menyatakan suka cita dan kegembiraannya ketika disambut dan dihormati; menjadi sedih dan murung ketika sendiri (tidak ada orang lain); dan ingin dipuji untuk semua hal yang dikerjakannya.”
C. Bahaya yang Timbul dari Sifat Riya’
Riya’ atau syirik kecil akan menghapus pahala amalan seseorang. Dalam sebuah hadits yang panjang Rasulullah SAW menggambarkan bahwa di akhirat nanti ada beberapa orang yang dicap oleh Allah SWT sebagai pendusta; ada yang mengaku berperang pada jalan Allah hingga mati syahid, padahal ia berperang hanya karena ingin dikenal sebagai seorang pemberani; ada yang mengaku mempelajari ilmu pengetahuan, mengajarkannya dan membaca Al-Qur’an karena Allah, padahal ia hanya ingin dikenal sebagai orang alim dan qari’; ada yang mengaku mendermakan hartanya untuk mencari ridha Allah, padahal ia hanya ingin disebut dermawan. Amalan semua orang itu ditolak Allah dan mereka dimasukkan ke dalam neraka.
Sifat riya’ juga akan menyebabkan seseorang tidak tahan menghadapi tantangan dan hambatan dalam beramal. Dia akan cepat mundur dan patah semangat apabila ternyata tidak ada yang memujinya. Dia akan cepat kehabisan stamina; nafasnya tidak panjang dalam berjuang. Sebaliknya bila menerima pujian dan sanjungan dia akan cepat sombong dan lupa diri.
Orang yang riya’ akan mendapatkan kegelapan hati dan keburukan jiwannya serta menghilangkan rasa harap kepada-Nya karena yang diharapkan hanyalah perhatian dan perlindungan dari sesama manusia.
Allah SWT berfirman:
Artinya:
“Maka kecelakaanlah bagi orang yang yang shalat, (yaitu) orang-orang yang lalai dari shalatnya, orang-orang yang berbuat riya’, dan enggan (menolong dengan) barang berguna”. (Q.S.Al-Maun, 107:4-7)
D. Menunjukkan Sikap yang Membenci Riya’
Seorang mukmin sudah semestinya harus membenci riya’. Karena dengan ma’rifah dan rasa benci terhadap riya’ dapat menghilangkan sifat riya’ dalam diri seseorang. Diantara sikap yang menunjukkan membenci riya’ yaitu dengan tidak menyertakan niat dan maksud lain dalam melakukan segala peribadahan. Arahkan semua itu kepada Allah SWT semata untuk mencapai pahala-Nya di akhirat kelak. Dengan demikian, ia akan bebas dari riya’ dan terselamatkan dari bahaya kecelakaannya.
Apabila ia mengkhawatirkan amalannya akan di tumpangi riya’, maka sebaiknya ia beramal secara rahasia agar tidak dilihat atau diketahui oleh orang banyak. Sikap seperti itu lebih baik dan lebih selamat, dan itulah yang utama. Beramal secara rahasia memang baik, termasuk orang yang tidak menyaksikan amalannya berdampingan dengan riya’. Kecuali orang-orang yang benar-benar ikhlas dan bersih hatinya, yang apabila ia beramal secara terang-terangan, diharapkan orang lain akan mengikuti jejak amalnya itu. Maka orang seperti ini harus menampakkan amalannya kepada khalayak ramai.
Orang akan dapat mengalahkan penyakit riya’ di hatinya, bila ia membencinya dan tidak mengabaikan apa yang bergelora didalam hatinya, khususnya bila ia berpikir tentang akibatnya di hari kiamat, dimana semua amalnya akan gugur sementara disaat ia sangat memerlukan amal perbuatan yang benar-benar ikhlas.
Dengan demikian hendaknya seseorang selalu mengintai apa yang terdetik di dalam dhamirnya (kata hati), dan jika bergelora di dalam hatinya rasa takut akan siksa Allah ‘Azza wa Jalla baik di dunia maupun di akhirat, maka harus segera ingat dan segera menolak serta membenci apa yang terdetik didalam hatinya bahwa itu adalah musuh dan hawa nafsu yang wajib ditolaknya. Kala itu seseorang niscaya akan memperoleh amal perbuatan yang ikhlas.
IV. PENUTUP
A. Simpulan
Riya’ (Ar-Riyaa’) yaitu suatu sikap yang selalu menunjuk-nunjukkan perbuatan baik yang dilakukannya. Maka ia berbuat bukan karena Allah, melainkan hanya ingin dipuji oleh sesama manusia. Jadi perbuatan ini, kebalikan dari sikap ikhlas.
Tanda-tanda orang yang riya’ adalah dia bermalas-malasan apabila sedang sendirian, tetapi dia rajin apabila sedang bersama orang lain. Dia akan memperbanyak amalnya apabila dipuji orang lain, tetapi dia akan menguranginya apabila dihina orang lain.
Bahaya dari sifat Riya’ sangat banyak, diantarannya yaitu akan mendapatkan kegelapan hati dan keburukan jiwannya serta menghilangkan rasa harap kepada-Nya karena yang diharapkan hanyalah perhatian dan perlindungan dari sesama manusia.
Seorang mukmin sudah semestinya harus membenci riya’. Karena dengan membenci riya’ dan ma’rifah riya’ dapat dihilangkan dalam diri seseorang. Menunjukkan sikap membenci riya yaitu dengan melakukan segala ibadah yang hanya tertuju pada Allah SWT. Bukan tertuju pada hal lain, seperti pujian manusia, ataupun demi mendapatkan harta benda semata.
B. Saran
Demikian makalah ini dibuat, semoga dapat bermanfaat bagi para pembaca pada umumnya, dan penulis pada khususnya. Akan tetapi penulis menyadari makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Maka adanya kritik dan saran yang membangun sangat diperlukan demi terciptanya makalah yang lebih baik lagi selanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA
An-Najar , Amir, Ilmu Jiwa dalam Tasawuf, Jakarta: Pustaka Azzam, 2001.
Haddad, Imam Habib Abdullah, Nasehat Agama dan Wasiat Iman, Semarang: Toha Putra, 1993.
Ilyas, Yunahar, Kuliah Akhlak, Yogyakarta: LPPI, 2007.
‘Iwadh , Ahmad ‘Abduh, Mutiara Hadits, Bandung: Mizania, 2006.
Khomeini, Imam, 40 Hadis Telaah atas hadis-hadis Mistis dan Akhlak, Bandung: Mizan, 2004.
Mahjudin, Kuliah Akhlak - Tasawuf, Jakarta: Kalam Mulia, 1991.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar