Minggu, 09 Juni 2013

HADITS TENTANG PESERTA DIDIK

HADITS-HADITS TENTANG PESERTA DIDIK MAKALAH Disampaikan dalam diskusi Mata Kuliah: Hadits Tarbawy II Dosen Pengampu: Prof. Dr. H. M. Erfan Soebahar, M.A. I. II. III. IV. V. VI. VII. Disusun Oleh: Iklima Kurniawati (113111113) Syafa’atul Munawaroh (113111088) Nur Azizah (113111136) Novia Khoirunnisa (113111163) KELOMPOK 4 PENDIDIKAN AGAMA ISLAM 4C FAKULTAS TARBIYAH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO SEMARANG 2013 A. PENDAHULUAN Salah satu komponen dalam sistem pendidikan adalah adanya peserta didik. Peserta didik merupakan komponen yang sangat penting dalam sistem pendidikan, sebab seseorang tidak bisa dikatakan sebagai pendidik apabila tidak ada yang dididiknya. Peserta didik adalah orang yang memiliki potensi dasar, yang perlu dikembangkan melalui pendidikan, baik secara fisik maupun psikis, baik pendidikan itu dilingkungan keluarga, sekolah maupun dilingkungan masyarakat dimana anak tersebut berada. Sebagai peserta didik juga harus memahami hak dan kewajibannya serta melaksanakannya. Hak adalah sesuatu yang harus diterima oleh peserta didik, sedangkan kewajiaban adalah sesuatu yang wajib dilakkukan atau dilaksanakan oleh peserta didik. Namun itu semua tidak terlepas dari keterlibatan pendidik, karena seorang pendidik harus memahami dan memberikan pemahaman tentang dimensi-dimensi yang terdapat didalam diri peserta didik terhadap peserta didik itu sendiri, kalau seorang pendidik tidak mengetahui dimensi-dimensi tersebut, maka potensi yang dimiliki oleh peserta didik tersebut akan sulit dikembangkan, dan peserta didikpun juga tidak mengenali potensi yang dimilikinya. Dalam makalah ini akan dijelaskan lebih lanjut tentang dua jenis hasad yang dibenarkan agama, tiga golongan yang mempunyai dua pahala, larangan mempersoalkan sesuatu yang didiamkan, dan tiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah. B. Hadits dan Terjemah 1. Dua Jenis Hasad yang dibenarkan Agama عَنْ عَبْدِاللَّهِ بْنِ مَسْعُوْدٍ قَالَ: قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّه عَلَيهِ وسَلَّمَ لاَحَسَدَ اِلاَّ فِي اثْنَتَيْنِ رَجُلٌ اَتَاهُ اللَّه مَالاَ فَسُلِّطَ عَلَى هَلَكَتِهِ فِي الْحَقِّ وَرَجُلٌ اَتَاهُ اللَّهُ الْحِكْمَةَ فَهُوَ يَقْضِى بِهَا وَيُعَلِّمُهَا ( اخرجه محمدبن اسمعل البخري في الكتاب العلم ) Artinya: “Dari Abdillah Ibn Mas’ud ra. berkata bahwa Rasulullah saw. Barsabda, “tidak boleh menginginkan kekayaan orang lain, melainkan dua macam. Orang yang diberi oleh Allah kekayaan, maka dipergunakan untuk membela hak kebenaran dan orang yang diberi oleh Allah ilmu pengetahuan hikmat maka diajarkan kepada semua orang.” (Diriwayatkan oleh Muhammad bin Isma’il al Bukhari dalam kitab ilmu). أخْبَرْناَ شُعَيْب، عَنْ الزهري قَالَ: حَدَثني سالم ابن عبد الله: عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ عُمَرَ رَضِي الله عَنْهُمَا قَالَ: سَمِعْتُ رَسُولُ اللهِ صَلَّى الله عَلَيهِ وَسّلَّمَ يَقُولُ: (لاَ حَسَدَ إِلاَّ عَلَى اثْنَتَيْنِ: رَجُلٌ آتَاهُ الله الكتاب وقام به آناء الليل، ورجل أعطاه الله مالا فهو يتصدق به آناء الليل والنهار). Artinya: 2. Tiga Golongan yang Punya Dua Pahala عَنْ أبي بُرْدَةَ عَنْ أَبِيْهِ قَالَ قَالَ رَسُوْلُ الله عَلَيْهِ وَسَلَمَ ثَلَا ثَةٌ لَهُمْ أَجْرَانِ رَجُلٌ مِنْ اَهْلِ الْكِتَابِ امَنَ بِنَبِيِّهِ وَامَنَ بِمُحَمَّدٍ صَلَ الله عَلَيْهِ وَسَلَمَ وَالْعَبْدُ المَمْلُوكُ أِذَا أَدَّى حَقَّ الله وَحَقَّ مَوَ الِيهِ وَرَ جُلُ كَانَتْ عِنْدَهُ أَمَةٌ فَأَدَّبٍهَا فَأَحْسَنَ تَأْدِيَهَاوَعَلَّمَهَا فَأَحْسَنَ تَأْدِ يَهَاوَعَلَّمَهَافَأَ حْسَنَ تَعْلِيمَهَا ثُمَّ أَعْتَقَهَا فَتَزَوَّجَحَا فَلَهُ أَجْرَانِ ثُمَّ قَالَ عَامِرٌاَعْطَيْنَا كَهَابِغَيرِ شَيْءٍقَدْ كاَنَ يُرْ كَبُ فِيمَا دُونِهَاأِلَ اْلمَدِ ينَةِ (اخرجه البخاري في في كتاب فضا ئل القران) Artinya: “Diceritakan oleh Abi Burdah dari bapaknya: Rasulullah SAW bersabda: ada tiga orang yang akan mendapat dua pahala, yaitu: 1. Seorang ahli kitab (Yahudi atau Kristen) yang percaya kepada Nabinya dan percaya pula kepada Muhammad SAW, 2. Hamba sahaya apabila dibayarkannya kewajiban kepada Allah dan kewajiban kepada tuannya, dan 3. Laki-laki yang mempunyai seorang hamba sahaya perempuan, diajarnya berkesopanan dan disempurnakannya pengajaran kesopanan itu, diajarnya ilmu pengetahuan dan disempurnakan pelajran itu, kemudian dimerdekakannya dan dikawininya, maka laki-laki itu mendapat dua pahala kemudian...... 3. Larangan Mempersoalkan Sesuatu yang Didiamkan وَحَدَثني زهير بن حرب. حدثنا يزيد بن هارون. أخبرنا الربيع بن مسلم القرشي عن محمد بن زياد، عَنْ أَبِي هُرَيرَةَ. قَالَ: خطبنا رَسُولُ الله صَلَى الله عَلَيهِ وَسَلَم فَقاَلَ " أَيُّهَا النَّاسُ ! قَدْ فَرَضَ الله عَلَيكُمُ الحَجَّ فَحُجُّوا " فَقَالَ رَجُلٌ: أَكُلَّ عَامٍ ؟ يَا رَسُولَ الله ! فَسَكَتَ. حَتَّى قَالَهَا ثَلَاثًا. فَقَالَ رَسُولَ الله صَلَى الله عَلَيهِ وَسَلَمَ" "لَوْ قُلْتُ: نَعَمْ. لَوَجَبَتْ. وَلَمَا اسْتَطَعْتُمْ". ثُمَّ قَالَ "ذَرُونِي مَا تَرَكْتُكُمْ. فَإِنَّمَا هَلَكَ مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ بِكَثْرَةِ سُؤَالِهِمْ وَاخْتِلَافِهِمْ عَلىَ أَنْبِيَائِهِمْ. فَإِذَا أَمَرْتُكُمْ بِشَيْءٍ فَأتُوا مِنْهُ مَا اسْتَطَعْتُمْ. َوإِذَا نَهيتُكُمْ عَنْ شَيْءٍ فَدَعُوه (اخرخه مسلم فى كتاب الحج) Artinya: Dari Abu Hurairah ra. ia berkata: Rasulullah SAW berkhutbah dihadapan kami dimana beliau bersabda: “wahai sekalian manusia, sesungguhnya Allah telah mewajibkan haji atas kalian, maka berhajilah kalian.” Ada seorang laki-laki bertanya: “apakah setiap tahum wahai Rasulullah?” beliau terdiam, sehingga laki-laki itu mengulangi pertanyaannya sampai tiga kali kemudian Rasulullah SAW bersabda: “ apabila aku mengatakan ya, maka berarti menjadi wajib, sedangkan kamu tidak akan mampu mengerjakannya.” Beliau terus bersabda: “tinggalkanlah apa yang tidak aku perintahkan, karena sesungguhnya orang-orang (umat) sebelum kamu binasa karena banyak pertanyaan (yang mereka ajukan) dan perselisihan mereka terhadap nabi-nabi mereka (tidak mau taat dan patuh). Maka apa saja yang aku perintahkan kepadamu, maka kerjakanlah semampu kamu, dan apabila saya melarang kamu atas sesuatu maka tinggalkanlah.” (Diriwayatkan oleh Imam Abi Husain Muslim Ibn Hajjaj Qusyairiy Taisaburiy dalam kitab haji). 4. Tiap Anak Dilahirkan dalam Keadaan Fitrah عَنْ هُرَيْرَةَ رَضِي الله عَنْهُ كَانَ يُحَدِّثُ قالَ النَّبِيُّ صَلَّى الله عليه وسلّم : مَا مِنْ مَوْلوْدٍ إِلَّا يُوْلَدُ عَلَى اْلفِطْرَةِ فَأبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ وَيُنَصِّرَانِه اَويُمَجِّسَانِهِ كَمَا تُنْتَجُ البَهِيْمَة بَهِيْمَةً جَمْعَاء هَلْ تُحِسُّوْن فِيْهَا مِنْ جَدْعَاءَ ثُمَّ يقول ابو هريرة فاقْرَؤُهُ اِنْ شِئْتُمْ(فِطْرَةَ الله الّتِي فَطْرَ النّاسَ عَلَيْهَا لَا تَبْدِيْلُ لِخَلْقِ الله ذَلِكَ الدِّيْنُ القَيِّمُ) (اخرجه البخاري في كتاب الجنائز) Artinya: “Dari Abu Hurairah ra. berkata, Rasulullah SAW, bersabda, “tidak ada seorang anakpun yang dilahirkan, kecuali yang keadaan fitrah (keimanan terhadap tauhid), orang tuanyalah yang menjadikan dia seorang yahudi atau nasrani atau majusi, sebagaimana seekor hewan melahirkan seekor hewan yang sempurna. Apakah kau melihatnya buntung?” kemudian Abu Hurairah membacakan ayat-ayat suci ini: “(tetaplah atas) fithrah Allah yang menciptakan fithrah manusia menurut fithrah itu. (hukum-hukum) ciptaan Allah tidak dapat diubah. Itulah agama yang benar.” (Diriwayatkan oleh Muhammad bin Ismail al Bukhari dalam kitab Janaiz) C. 1. Dua Jenis Hasad yang dibenarkan Agama Dalam hadits pertama menjelaskan tentang hasad yang artinya mengharapkan lenyapnya suatu nikmat yang dimilki oleh orang lain, dapat pula diartikan mengharapkan suatu nikmat seperti yang dimiliki oleh orang lain (tanpa mengharapkan lenyapnya nikmat tersebut darinya). Makna yang kedua inilah yang dimaksud dalam hadits ini. Singkatnya, tiada iri hati yang diperbolehkan oleh syari’at kecuali dalam dua hal tersebut. Dua perkara tersebut merupakan sifat dari akhlak seseorang. Yang pertama ialah seseorang yang dianugerahi harta yang berlimpah lalu ia menafkahkannya di jalan yang diridhoi Allah SWT. Dan yang kedua ialah seseorang yang dianugerahi ilmu lalu ia mengamalkannya dan mengajarkannya kepada orang lain. Didalam hadits ini terkandung anjuran untuk menafkahkan harta di jalan yang diridhoi Allah SWT. Dan memberikan petunjuk kepada manusia kejalan yang benar. Bahkan didalam hadits ini dianjurkan pula untuk mengharapkan hal tersebut. 2. Tiga Golongan yang Punya Dua Pahala 3. Larangan Mempersoalkan Sesuatu yang Didiamkan 4. Tiap Anak Dilahirkan dalam Keadaan Fitrah Hadits diatas merupakan hadits yang menjelaskan tentang seorang anak dilahirkan dalam keadaan fitrah kemudian tergantung dari orang tuanya yang menjadi penentu anak-anak mereka dimasa depan. Adapun yang dimaksud اْلفِطْرَةِ ialah dalam keadaan suci, yakni bersih dari dosa, oleh karenanya dikatakan bahwa anak-anak itu adalah kekasih-kekasih Allah. Hal itu berlangsung hingga si anak sampai pada usia dimana ia dapat mengungkapkan kehendak dirinya. Makna yang dimaksud ialah si anak telah mencapai usia baligh. Anak merupakan amanah yang diberikan Allah kepada orang tua. Kewajiban orang tua adalah menjaga keselamatan anak baik lahir maupun batin. Sebagai bentuk tanggung jawab orang tua dalam mengemban amanah Allah dengan memberikan anak pendidikan dan pengajaran yang dapat mengantarkan pada keselamatan dunia akhirat. Fitrah ini dihadapkan dengan bahaya-bahaya yang mengancam kesuciannya, yakni lingkungan yang menyeretnya untuk menjadi penganut Yahudi, Nasrani, ataupun Majusi. Dengan ini jelas bahwa fitrah yang telah Allah tanamkan pada diri manusia tidak hanya terbatas pada keyakinan akan keesaan tuhan, tetapi mencakup seluruh ajaran dan prinsip yang benar. Ayat Al-Qur’an dalam hadits tersebut bermaksud fitrah tidak terbatas pada suatu kelompok atau ras tertentu dan tidak dapat diubah-ubah oleh apapun, seperti hal-hal lain yang dapat berbeda berdasarkan pengaruh adat istiadat atau yang semacamnya. Semua itu sudah semestinya menjadi kebenaran yang paling nyata dan keniscayaan logis sangat jelas tapi anehnya kebanyakan manusia tidak mengetahui. Dapat disimpulkan dari hadits ini bahwa kedua orang tua mempunyai peran paling besar dalam membentuk pribadi anak-anaknya. Apakah Nasrani. Majusi atau Yahudi ataukah Islam yang hakiki. I. PENUTUP A. Simpulan Dari pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa B. Saran Demikian makalah yang penulis susun. Adapun kesalahan dan kekurangan yang ada pada makalah ini, penulis mohon maaf. Karena itu, kritik dan saran dari para pembaca sangat penulis harapkan untuk upaya penyempurnaan makalah ini dan semoga dalam pembuatan makalah- makalah selanjutnya bisa lebih baik. DAFTAR PUSTAKA Al Bukhari Al-Qastalani, Imam Syihabudin Abi Abbas Ahmad bin Muhamad Syafi’I. T.TH. Irsyadus Sari Syarah Shahih Bukhari. Beirut: Dar al-Kutub al Ilmiyah. Ismail, Muhammad bin. 2008. Shahih al Bkukhari Bi Hasiyat al-Imam al-Sindi Juz III. Beirut: Dar al-Kutub al Ilmiyah. Taisaburiy, Imam Abi Husain Muslim Ibn Hajjaj Qusyairiy. 1971. Shahih Muslim, Beirut: Dar al-Kutub al Ilmiyah. Nawawi, Imam. 1999. Terjemah Riyadhus Shalihin Jilid 2. Jakarta: Pustaka Amani. Al-Zubaidi, Imam Zainuddin Ahmad bin Abdul latif. 1994. Sahih Bukhori Jilid 1. Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyah. Az-Zabidi, Imam. 2001. Mukhtashor Shohih Al-Bukhori. Bandung: Mizan. Al-Hasyimi, Sayyid Ahmad. 1993. Syarah Mukhtaarul Ahaadits. Bandung: Sinar. Kasim, Musa. 2004. 40 Hadits Telaah Hadits-Hadits Mistis dan Akhlak. Terjemah Syarah Al-Arbain Haditsan. Bandung: Mizan Media Utama. Muhsan, Mas’ud. 2004. Himpunan Hadits Shahih Bukhari. Surabaya: Arloka. Nashif, Syekh Mansyur Ali. 1993. Mahkota Pokok-pokok Hadits Rasulullah SAW Jilid 1. Bandung: Sinar Baru. Imam Zainanuddin Ahmad bin Abdul Lathif az Zabaidiy, Muhtashor Shahih Bukhari, (Beirut: Dar al-Kutub al Ilmiyah, 1994), hlm. 35. Zainuddin Hamidy, Shahih Bukhari, (Jakarta: Widjaya, 1969), hlm. 61.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar